Friday 3 April 2009

Setiap ujian itu proses kita:-)

Dalam hidup, ada saat dimana kita akan berhadapan dengan
banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Tidak selamanya jalanan yang
kita lalui tampak lurus tanpa lubang dan kelok. Selalu saja ada ujian yang
singgah, sebagai bagian yang sejatinya dapat mendewasakan diri kita dalam
menapaki langkah-langkah hidup yang terus kita ayun. Saudaraku, kita bisa
mengambil pelajaran dari kisah sebuah guci yang cantik yang terpajang di
sudut ruangan. Si guci pada awalnya tidaklah tampak cantik seperti yang kita
lihat menghiasi sudut ruang tamu di rumah kita.

Dia sebelumnya hanyalah merupakan sebongkah tanah liat yang di bentuk dari
beberapa proses “menyakitkan”. Kenapa “menyakitkan”? Bayangkan saja, dalam
proses awal pembuatannya, si guci telah beberapa kali mengalami tempaan yang
keras. Dihempas diatas permukaan landasan cetakan yang berputar,
dipukul-pukul badannya, lalu dibuat berdiri dengan cara ditarik ke sisi atas
sesuai keinginan sang pengrajin.

Tak lupa, badan si guci pun diguyur dengan air. Untuk sesaat, sang pengrajin
memandangi dengan seksama bentuk si guci apakah bentuknya sudah sempurna
atau belum. Jika belum, si guci pun kembali dibuat sakit dan menderita
karena tubuhnya dipukul-pukul dan diremas kembali ke bentuk semula, berupa
onggokan tanah liat. Namun, jika bentuknya telah sesuai dengan keinginan
sang pengrajin, si guci pun bisa bernafas lega sesaat namun akan segera
menuju ke fase “menyakitkan” berikutnya, dijemur dibawah terik matahari agar
tubuh si guci bisa segera kering.

Ujian bagi si guci pun tidak selesai sampai disitu. Setelah kering, si guci
pun dibawa ke sebuah tempat yang lebih panas dan menyayat, berupa tempat
pembakaran terakhir. Bisa kita bayangkan, bagaimana panasnya api. Jangankan
terjilat olehnya, mendekat saja dalam liukan nyalanya kita sudah merasa
kepanasan. Tapi itulah tahap menyakitkan terakhir yang dirasakan oleh si
guci sebelum akhirnya ia dihias dengan warna warni yang indah, yang
membuatnya menjadi kelihatan menarik dipandang mata dan menawan hati saat
dipajang, yang kemudian menghias sudut ruang tamu rumah kita.

Saudaraku,

Keceriaan itu kadangkala akan ditemani oleh kekecewaan. Tawa yang riang,
tidak akan terasa lengkap tanpa dihiasi oleh air mata kesedihan. Seiring
bertambahnya usia dan berkurangnya jatah umur kita, ujian akan selalu hadir
dalam kehidupan. Walau demikian, tetaplah tersenyum sebagai langkah untuk
sedikit meringankan beban di hati kita. Karena dengan begitu, kita telah
berusaha untuk membuka satu pintu kebahagiaan. Tetaplah tegar dalam rasa
keimanan dan kehambaan kepada-Nya dan lanjutkan berdo’a, semoga kekuatan dan
ridho-Nya senantiasa meliputi diri dan hati agar terjauh dari rasa putus asa
akan curahan rahmat-Nya.

Tidaklah ujian itu melebihi kapasitas diri kita sebagai insan yang mengaku
beriman dan cinta kepada-Nya. Dan sesungguhnya, sesudah kesulitan itu akan
ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu akan ada kemudahan.

Semoga setiap ujian yang hadir dalam hidup kita, semakin menambah rasa
keimanan dan penghambaan kepada-Nya, menambah rasa syukur dan usaha untuk
semakin mengenal-Nya, mematangkan diri dan jiwa menjadi lebih baik dalam
mengarungi samudera kehidupan, sebagaimana kisah perjalanan diri sebuah guci
di atas.

Semoga setiap ujian yang hadir, merupakan sebuah bentuk pembersihan diri
kita dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan, supaya kelak menjadi hamba
yang kembali dalam pangkuan ridho-Nya dan untuk kembali menyadarkan diri
kita akan ke-Maha Besaran Allah SWT, dimana sesungguhnya hanya Dia-lah
satu-satunya tempat kembali dan bergantung semua makhluk.

Wallahu a’lam
sumber:
http://zidaburika.wordpress.com/2007/12/29/pelajaran-dari-sebuah-guci/

0 comments:

Post a Comment

thanks for comment..Arigatou gozaimasu:-) senyumlah untuk bahagia, jangan menunggu bahagia untuk tersenyum:-)